Dunia di Pelupuk Mata


Malam di Singapura
menunjukkan pukul 19.27

Ah, lelah tapi menyenangkan. Berkeliling kota, melihat gedung-gedung tinggi dengan arsitektur terbaik. Berbagai lampu menyala-nyala, memenuhi jalanan, laut, dan bangunan tinggi hingga bianglala sampai kepala singa yang menjadi icon itu. Ramai manusia berlomba mendapatkan foto terbaik, lengkap dengan dandanannya, dari ujung kepala hingga ujung kaki. Berbagai etnis berkumpul di sini, dari yang berambut pirang, coklat, dan hitam. Berkulit putih, sawo, hitam hingga kuning langsat.

Melihat ini semua, membuatku merasa.... Yah, kecil sekali diriku ini. Lagi-lagi aku tak bersyukur pada Tuhanku. Tapi ntah mengapa, mungkin dari sini aku diperlihatkan oleh-Nya. Ramai memang dunia ini. Semua orang sibuk mengejarnya, memakai pakaian terbaik yang paling tren saat ini, memakai gadget mahal untuk diakui, berdandan untuk dipuji.

Merasakan ini semua membuatku berpikir; sekeras apapun aku menggapai dunia, aku hanya akan kelelahan, dan tak pernah terbesit rasa puas di diriku. Seperti saat ini; seharusnya aku bersyukur bisa mempunyai kesempatan pergi ke negri orang, yang belum tentu semua orang punya kesempatan ini. Tapi aku malah merasa tak mampu apa-apa. Ya Ghafur, ampuni aku.

Sekarang aku bersyukur, bahwa Ia memang tak menyuruhku mengejar dunia. Memang ia terlihat indah di pelupuk mata, tapi janji-Nya tak pernah dusta. Bahwa surga lebih baik dari dunia, lebih indah, yang bahkan kita tak mampu membayangkan keindahannya.

Kalau dunia sudah seindah ini, lalu bagaimana syurga-Nya?
Tapi dunia membuatku kelelahan, dan syurga yang Ia janjikan, adalah satu-satunya tempat peristirahatan, bagi yang beriman dan bertakwa pada-Nya.

Ya Allaah, aku rindu pada-Mu. Nikmat yang paling besar, dan keindahan yang paling indah, hanyalah melihat wajah-Mu di sana. Maka izinkanlah aku, tuk melepaskan dunia yang fana, demi keindahan abadi di syurga yang nyata.

Finlayson Green St, Singapura, 19.38.
Fauzia.

Comments

Popular Posts