Sepotong Cheesecake dan Sebuah Kekhawatiran
25 Januari 2022
6:22
Aku membuka blog ini setelah sekian lama tidak bersua. Apa kabar? Pasti jawabannya "baik-baik saja".
Kalau aku tanya, "apa kabar, sungguh?" maka akan kau jawab apa?
Itu percakapan dengan diriku sendiri pagi ini.
Burung-burung yang berkicau, dan ayam yang berkokok saling bersahutan, juga anjing tetangga yang entah menggonggong pada siapa itu menjadi latar suara kegiatan ku pagi ini. Klise sekali pembukaan tulisanku.
Keringat dingin. Ini yang kurasakan sekarang sembari menulis. Berusaha merangkai kata yang "sok-sok-an puitis" walaupun gagal juga--berdalih "ya namanya juga udah lama gak nulis."
Ngantuk. Lumayan... Bangun jam 3 pagi dan langsung berkegiatan sebenarnya bukan aku banget. Tapi sekitar 3 tahun ke belakang ini, mulai menjadi defaultku kalau alarm sudah berbunyi, walaupun membuka mata juga butuh perjuangan di jam segitu.
Nggreges. Sebutan yang tepat kalau rasanya badan tidak enak, agak dingin tapi juga terasa hangat. Mau selimutan tapi gerah, mau gak selimutan tapi kedinginan. Mungkin termometer kalau mau mengukur suhu badanku juga bingung maunya demam atau menggigil.
Melamun. Ini yang sedang kulakukan sejak bangun tidur. Tidak fokus, dan pikiran melayang kemana-mana. Setelah 1 minggu tidak bekerja karena sakit "gejala tipes", aku berusaha memfokuskan pikiranku, bahwa hari ini aku bekerja. Entah WFH atau WFO, tapi sepertinya aku pilih WFH dulu hingga badanku kuat dan pikiranku stabil kembali.
Ngapain ya aku ini?
Bodoh banget ya? Pertanyaan macam apa itu muncul di pagi-pagi buta.
Tapi kalau dipikir-pikir memang benar, "ngapain ya aku ini?"
Aku gak ngapa-ngapain, tapi rasanya lelah banget. Ntah itu pikiran maupun badan. Kalau pun mau istirahat, bukannya 1 minggu itu adalah istirahatku yang lebih dari cukup? Pikirku begitu.
Aku tidak suka menjadi dewasa. Bangun pagi sudah harus ada to-do list di dalam otak, kalau tidak ter-checklist maka kamu akan menjadi anxious dan bertingkah gak jelas. Seolah menarik napas sebentar terasa buang-buang waktu.
Pikiranku berkecamuk pagi ini. Segala hal yang kulakukan seperti tidak ada habisnya. Kalau sudah TK, SD, SMP lalu SMA, masih tidak cukup dan lanjut kuliah S1, lalu mungkin akan ada yang lanjut S2, dan S3, lalu bekerja? Habis bekerja apa? Nunggu mati saja? Skip.
Di mana ya aku taruh beban-beban ini yang kerap membuat aku tidak bisa tidur, membuatku pusing sampai harus minum paracetamol karena nyatanya bukan pusing saja tapi juga ada demam segala. Selain itu... apalah hustle culture ini yang sering membuatku panik, gelisah, khawatir akan masa depan? Seolah aku lah yang menentukan masa depanku sendiri padahal hasil itu semata-mata karena takdir-Nya dan aku cuman bisa berusaha dengan maksimal.
Di mana aku letakkan kegundahanku?
Aku ingat saat aku masih SD kelas 6 dan sedang bermain ke rumah temanku dan kakak laki-lakinya memberinya blueberry cheesecake. Kupikir, makanan apa itu, lembek-lembek begitu, blegh.
Tapi temanku langsung mengambilkan 2 sendok untuk dimakan bersamaku.
Waktu kucicipi, wow, kue apa ini? Beli di mana?
Sentuhan keju yang lumer dengan blueberry tersebut yang tidak akan aku lupakan sampai sekarang. Hingga aku beranjak SMP dan SMA, aku masih belum bisa mencicipi blueberry cheesecake itu lagi. Aku bahkan belum tahu itu beli di mana dan harganya berapa.
Beranjak kuliah.... cheesecake itu terngiang-ngiang kembali di benakku. Aku mulai mengenal makanan-makanan enak di Surabaya tempatku melanjutkan studi S1 ku. Dengan teknologi dan informasi yang lebih canggih saat itu, aku coba browsing blueberry cheesecake ter-enak. Muncullah beberapa deretan cakery terkenal. Lalu ada satuuu toko saja yang benar-benar membuatku kaget karena itu adalah cheesecake yang persis sekali dengan yang kumakan saat kelas 6 SD dulu.
Sayangnya...
Ada beberapa bahan di dalam kue itu yang tidak boleh kumakan. Hhh... Menyedihkan.
Tapi aku tidak patah semangat. Aku cari cara bagaimana agar aku bisa makan cheesecake dengan rasa yang sesuai dengan yang kumakan saat kelas 6 SD.
Muncullah ide untuk membuat sendiri. Iya. Buat Sendiri.
Aku yang tidak punya duit itu akhirnya nekad nabung untuk beli bahan-bahan cheesecake ke toko kue terlengkap.
Sekali, gagal. Tidak enak, jelek pula.
Dua kali, gagal. Masih tidak enak dan masih jelek.
Tiga kali, gagal. Masih tidak enak, tapi tampang sudah lumayan.
Hhhh... kenapa susah sekali bikin cheesecake rumahan? Padahal aku hanya ingin bernostalgia dengan masa kecilku yang norak itu saja.
Empat kali, masih gagal, dan sudah mulai menyerah.
Lima kali. Aku pakai bahan-bahan yang mahal dan premium (tentu duitku juga semakin menipis). Aku lakukan step by step dengan hati-hati.. Lalu jadilah cheesecake yang rasanya miriiiiipp sekali dengan cheesecake temanku saat kelas 6. Ya ampun, rasanya bahagia sekali waktu itu.
Kubawakan beberapa untuk teman-temanku, dan siapa sangka banyak yang menyukainya.
Yah itu hanya sekelumit ceritaku dengan cheesecake dahulu. Pagi ini entah kenapa rasanya bebanku ini akan terurai sambil aku menikmati cheesecake itu. Sudah ada bahan-bahannya di kulkas, hanya gairah beranjak ke dapur, mengambil mixer, mencampur adonan saja yang tidak ada. Aku juga gak paham kenapa tadi pagi aku ngedumel dalam hati hanya karena perkara duniawi, padahal aku bisa melakukan hal yang lebih berguna seperti bersyukur karena punya pekerjaan dan keluarga yang lengkap, juga kucing-kucingku yang suka ngajak berantem kucing tetangga. Bersyukur masih bisa hidup dan makan ayam 7 ribuan. Bersyukur masih pakai baju layak yang bisa aku peperkan tangan minyakanku kalau malas sabunan habis makan ayam (ya gimana gak mau tipes?).
Rasanya menyenangkan sekali untuk tidak memikirkan apa-apa selain cheesecake kala itu. Aku tidak khawatir tentang pekerjaan, jodoh, finansial, dan lain-lain.
Untuk kamu yang sedang iseng membaca tulisan tidak berguna ini, ayo kita bangun pagi dan mulai menchecklist to-do list ini bersama-sama. Gak apa-apa untuk gak semangat menjalani hari, karena kamu bisa melek saja sudah bagus. Gak apa-apa duit kita sedikit, lagian kalau banyak emang mau apa selain mau nambah cicilan dan jadi konsumtif?
Gak apa-apa masih sendiri, karena diri kamupun belum tentu sudah kamu bahagiakan, lalu ngapain nyari pasangan dan kita beri dia tugas, "tolong bahagiain aku" cih.
Gak apa-apa berjuang untuk hal-hal remeh. Menyelesaikan pekerjaan demi segelas kopi di jam 12 siang nanti.
Menjemur baju agar bisa leyeh-leyeh sambil minum es teh setelahnya.
Menyapu lantai agar bisa dipakai goler-goler setelah berkeringat dari luar.
Atau... gak apa-apa bertahan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit meski rewardmu hanya demi tidur malam yang nyenyak dan weekend yang tidak diganggu siapa-siapa.
Aku belajar dari keinginanku makan cheesecake. Gak apa-apa lelah trial and error demi bisa merasakan cheesecake yang rasanya sama seperti yang kumakan saat kelas 6 SD. Gak apa-apa aku tidak makan cheesecake dengan sekian tahun lamanya, tapi ada kepuasan tersendiri saat aku malah jadi tahu cara buatnya.
Gak apa-apa berjuang untuk hal-hal yang remeh asalkan kau tetap hidup.
Salam hangat,
aku yang hanya ingin makan cheesecake dan tidak ingin mengkhawatirkan apa-apa lagi.
Comments
Post a Comment