Bagaimana, ya?
Kali pertama ku melihatmu, biasa saja.
Kali kedua ku melihatmu, tetap biasa saja.
Kali ketiga ku melihatmu, masih biasa saja, kok.
Tapi...
Kali keempat ini kulihat dirimu, ada yang berbeda.
Ada sesuatu yang membuat aku membesarkan pupil mataku, menahan napasku sejenak, dan sedikit membuka mulutku. Ya, ada sesuatu yang membuatku kagum darimu.
Kau berdiri di sana, dengan gagahnya.
Membuka suara dan membuat seisi ruangan itu diam seketika. Suaramu yang menggelegar dan tegas menghentikan keributan dalam sekejap.
Mungkin memekakan telinga bagi beberapa orang.
Mungkin membuat benci para penentang, akan dirimu.
Tapi, entah mengapa suara lantangmu itulah yang justru selalu terngiang di telingaku.
Yang tanpa sadar aku ingin mendengar kerasnya suaramu lagi.
Yang tanpa sadar aku ingin mendengar tajamnya nadamu itu.
Yang dengan hanya berdiri kau mampu membuat ratusan orang terdiam dengan sendirinya sambil menahan degupan kencang dada mereka.
Tapi aku justru menyukainya...
Justru aku menyukai ketakutan itu.
Justru aku menginginkan agar rasa takut itu muncul kembali.
Menginginkan teriakanmu yang lantang, sambil melihat mimik wajahmu yang tengah menahan emosi itu.
Aku seperti merindukan keberanianmu.
Merindukan seseorang yang jujur dan teguh pada pendiriannya.
Merindukan seseorang yang menunjukkan sifat setia kawannya.
Merindukan seseorang yang rela berkorban.
Baru kali keempat ini ku melihatmu, aku sudah seperti ini.
Bagaimana kali kelima dan kali-kali selanjutnya, ya?
Temanmu di seberang sini,
Fauzia Aqilla Fadhil
Kali kedua ku melihatmu, tetap biasa saja.
Kali ketiga ku melihatmu, masih biasa saja, kok.
Tapi...
Kali keempat ini kulihat dirimu, ada yang berbeda.
Ada sesuatu yang membuat aku membesarkan pupil mataku, menahan napasku sejenak, dan sedikit membuka mulutku. Ya, ada sesuatu yang membuatku kagum darimu.
Kau berdiri di sana, dengan gagahnya.
Membuka suara dan membuat seisi ruangan itu diam seketika. Suaramu yang menggelegar dan tegas menghentikan keributan dalam sekejap.
Mungkin memekakan telinga bagi beberapa orang.
Mungkin membuat benci para penentang, akan dirimu.
Tapi, entah mengapa suara lantangmu itulah yang justru selalu terngiang di telingaku.
Yang tanpa sadar aku ingin mendengar kerasnya suaramu lagi.
Yang tanpa sadar aku ingin mendengar tajamnya nadamu itu.
Yang dengan hanya berdiri kau mampu membuat ratusan orang terdiam dengan sendirinya sambil menahan degupan kencang dada mereka.
Tapi aku justru menyukainya...
Justru aku menyukai ketakutan itu.
Justru aku menginginkan agar rasa takut itu muncul kembali.
Menginginkan teriakanmu yang lantang, sambil melihat mimik wajahmu yang tengah menahan emosi itu.
Aku seperti merindukan keberanianmu.
Merindukan seseorang yang jujur dan teguh pada pendiriannya.
Merindukan seseorang yang menunjukkan sifat setia kawannya.
Merindukan seseorang yang rela berkorban.
Baru kali keempat ini ku melihatmu, aku sudah seperti ini.
Bagaimana kali kelima dan kali-kali selanjutnya, ya?
Temanmu di seberang sini,
Fauzia Aqilla Fadhil
Comments
Post a Comment