TAKHTA LELAKI (from the book "Princess Sendal Jepit" by Agyasaziya Raziev)
Aku tidak selalu mengerti apa yang dipikirkan oleh spesies aneh sekaligus unik bernama lelaki. Ada banyak sekali hal di ruang otak, tubuh dan jiwa mereka kecuali mereka sendiri mengizinkan seseorang membuka pintunya bilang, "haaaiii..." lalu masuk dan berdomisili di dunia mereka yang menurutku rumit.
Tahta lelaki yang memahami Tuhan-Nya bukanlah sesuatu yang hanya dapat disuguhkan oleh kalimat-kalimat idealis teratur dengan rapi, namun takhta jiwa yang dapat menjalani setiap fase reinkarnasi waktu, tanpa mengembungkan kepala mereka sehingga memiliki diameter di atas normal.
Tentunya aku ingin menjadi seseorang yang berarti di samping takhtanya seorang lelaki, makhluk mengagumkan yang sekaligus cukup rumit.
Tahta lelaki yang memahami Tuhan-Nya bukanlah sesuatu yang hanya dapat disuguhkan oleh kalimat-kalimat idealis teratur dengan rapi, namun takhta jiwa yang dapat menjalani setiap fase reinkarnasi waktu, tanpa mengembungkan kepala mereka sehingga memiliki diameter di atas normal.
Takhta lelaki adalah hati, jiwa dan pikiran yang seimbang, serta mengetahui kapan harus diam, dan memahami, dan kapan harus berteriak. Tak dapat dipungkiri, lelaki adalah dia yang tegas dan lembut di saat bersamaan. Tegar dan rapuh di detik yang sama, menggoda sekaligus menyebalkan dengan presentase di atas batas normal.Tidak semuanya seperti itu tentunya, karena aku tidak mengenal semua lelaki. Meskipun begitu aku mengenal beberapa dari mereka, dan kuhargai apa yang telah mereka lakukan dalam hidup. Mereka adalah beberapa manusia supertangguh yang mengajarkanku bagaimana bersikap di antara dua dunia yang berbeda. Lucu... karena kukira lelaki itu stabil... namun ternyata mereka (barangkali) diciptakan dengan karakter yang sama dengan perempuan, hanya saja lebih dapat menahan segala watak dan menjaganya tetap berada di level aman.
Tentunya aku ingin menjadi seseorang yang berarti di samping takhtanya seorang lelaki, makhluk mengagumkan yang sekaligus cukup rumit.
"Laki-laki itu memang sulit dipahami, sesulit memahami cinta yang membelenggu tanpa akal sehat. Akal sehat tetap dibutuhkan saat mencinta, agar rasa yang berharga itu tidak kehilangan penglihatannya lalu menjadi buta."
Comments
Post a Comment